Translate

Jumat, 28 Maret 2014

Apa sih IASB & IFAC itu?

Federasi Akuntan Internasional (IFAC) adalah organisasi global bagi profesi akuntansi. IFAC memiliki 167 anggota dan asosiasi di 127 negara dan yurisdiksi, yang mewakili lebih dari 2,5 juta akuntan dipekerjakan dalam praktek umum, industri dan perdagangan, pemerintah, dan akademisi. Organisasi, melalui Dewan penetapan standar yang independen, menetapkan standar internasional tentang etika, audit dan jaminan, pendidikan akuntansi, dan akuntansi sektor publik. Hal ini juga mengeluarkan panduan untuk mendorong kinerja berkualitas tinggi dengan akuntan profesional dalam bisnis. Didirikan pada tahun 1977, IFAC merayakan ulang tahun ke 30 pada tahun 2007.
Untuk memastikan kegiatan IFAC dan badan pengaturan independen standar yang didukung oleh IFAC responsif terhadap kepentingan publik, sebuah Public Interest Oversight Board (PIOB) didirikan pada Februari 2005.

IFAC dan anggotanya bekerjasama untuk mengembangkan IFACnet, yang diluncurkan pada tanggal 2 Oktober 2006. IFACnet menyediakan akuntan profesional di seluruh dunia dengan one-stop acces untuk berbagai sumber , termasuk bimbingan praktek yang baik, artikel, dan alat-alat dan teknik.Di antara inisiatif utama IFAC adalah penyelenggaraan Kongres Akuntan Dunia.

Tidak banyak orang yang memahami bahwa International Accounting Standard Board (IASB) adalah sebuah perusahaan yang didirikan di Amerika Serikat pada tahun 2001, walaupun saat ini berkantorpusat di London. IASB bukanlah semacam asosiasi seperti IFAC (International Federation of Accountants) atau PBB namun murni seperti layaknya suatu perusahaan swasta. Sebaliknya, lembaga cikal bakal IASB yakni IASC (International Accounting Standard Committee) adalah semacam perkumpulan dari penyusun standar setiap negara yang mendapatkan legitimasi dari IFAC. Namun pada tahun 2001 diputuskan bahwa penyusun standar akuntansi internasional haruslah independen, bahkan juga harus independen dari profesi akuntan itu sendiri. Dalam rapat anggota IFAC bulan May 2000, negara-negara anggota IFAC secara aklamasi menyetujui restrukturisasi IASC menjadi perusahaan dan terpisah sepenuhnya dari IFAC.

Dengan pendapatan kurang dari 23 juta poundsterling (2010) atau hanya sekitar 320 milyar rupiah setahun, IASB menjadi dewan superpower yang sangat berpengaruh. Anggaran ini misalnya lebih kecil daripada penjualan PT. Mustika Ratu Tbk yang berjualan kosmetik (dibandingkan berjualan standar akuntansi internasional) pada tahun 2010. Beberapa pengamat yang sinis terhadap IASB berkomentar, “Bagaimana mungkin ‘perusahaan’ dengan anggaran sekecil itu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap negara-negara di seluruh dunia.”

Walaupun pendapatan IASB dari donasi meningkat terus sejak tahun 2007, namun IASB selalu defisit setiap tahun. Defisit anggaran IASB pada tahun 2009 dan 2010 sangat mencemaskan. Arus kas dari operasi pada tahun 2009 misalnya mengalami arus kas negatif sampai 3.2 juta poundsterling. Total donasi tahun 2010 lebih mencemaskan lagi karena hampir sama dengan tahun 2009 alias tidak ada peningkatan. Hal ini tentunya cukup memalukan karena niat dari para pendiri IASB sepuluh tahun lalu adalah untuk menggalang “dana abadi” sebesar 50-60 juta poundsterling. Jangankan aset neto sebesar 50 juta pounds bahkan sejak tahun 2008 untuk pertama kalinya sejak IASB berdiri tahun 2002, aset neto IASB berada dibawah level 10 juta pounds.

Sehingga wajar apabila semua anggota IFRS Trustee (semacam dewan komisaris yang mengawasi IASB) sangat giat untuk meningkatkan donasi ke IASB, terutama dari negara-negara yang menyatakan sedang berkonvergensi dengan IFRS. Indonesia sebagai salah satu negara yang mulai diperhatikan oleh IASB tidak luput dari incaran. Sudah lama IAI dibujuk IFRS Foundation untuk membayar royalti atas penggunaan IFRS sebagai nara sumber penyusunan standar.

Kenyatannya memang cukup memalukan bahwa Indonesia tidak termasuk dalam salah satu negara donatur IASB. Bahkan negara kecil seperti Kazakhtan dan Bulgaria memberikan sumbangan. Negara-negara besar lainnya seperti Jepang, China, Australia, Amerika Serikat dan UK bahkan menjadi donatur tetap sejak IASB berdiri tahun 2002. Jepang menjadi donatur terbesar dari Asia Oceania (lihat tabel 3), hampir sama dengan Amerika Serikat. Hasilnya dapat ditebak, selalu saja ada perwakilan dari Jepang di dalam IASB, IFRS Trustee, maupun IFRS Advisory Council.

IASB boleh saja beragurmen bahwa Jepang adalah negara penting sehingga layak duduk disemua dewan IFRS Foundation. Namun bila seandainya Jepang bukan donatur besar IASB, apakah Jepang akan tetap mendapatkan perhatian yang sama? Sejak tahun 2005 misalnya IASB melakukan rapat setahun dua kali dengan ASBJ (Accounting Standard Board of Japan), baik di Tokyo maupun di London. Bahkan pada tahun 2010, IASB memutuskan untuk membuka kantor perwakilan IASB untuk Asia di Tokyo, mengapa bukan di Singapore atau Kuala Lumpur (saya tidak berani mengatakan Jakarta). Bila memang niat IASB murni membantu negara-negara berkembang seperti Kamboja, Vietnam, Bangladesh, Thailand, Myanmar dalam mengadopsi IFRS, tidak kah lebih masuk akal bila kantor tersebut didirikan di Asia Tenggara, dan bukan di Tokyo sebagai salah satu kota termahal di dunia.

Haruskan Indonesia menjadi Donatur?

Pada tahun 2011 lalu IFRS Trustee telah mengirimkan surat kepada wakil presiden RI untuk membujuk Indonesia memberikan kontribusi ke IFRS Foundation. Anggota IFRS trustee dari Australia, Jeffrey Lucy, sangat terkesan atas pidato wakil presiden Boediono yang mendukung proses konvergensi IFRS di Bali pada bulan Mei 2011 dalam acara IFRS Regional Policy Forum yang dihadiri oleh anggota IASB dan penyusun standar dari berbagai negara.

Memang IFRS Foundation dan IASB tidak akan memberikan sanksi kepada Indonesia bila memutuskan tidak akan mengeluarkan sumbangan kepada IASB. Indonesia juga terlalu besar untuk dikucilkan dari perhatian IASB. Bisa saja Indonesia tidak memberikan sepeserpun kepada IASB, toh IASB juga membutuhkan Indonesia (sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20), untuk mengadopsi IFRS.

Namun absennya Indonesia sebagai donatur memberikan beban yang luar biasa kepada ketua DSAK di forum-forum internasional. Bayangkan perasaan malu Rosita Uli Sinaga (ketua DSAK-IAI) setelah pidato mempromosikan perkembangan Indonesia yang semakin konvergen dengan IFRS dalam rapat dengan IASB, kemudian ditanya oleh IFRS trustee kapan Indonesia akan menjadi donatur tetap IASB. Setiap ada standar IFRS baru, anggota IASB rajin melakukan ‘public hearing’ di Singapore yang hanya sejengkal dari Jakarta. Setiap ke Singapore, biasanya juga mereka mampir di Kuala Lumpur. Bank sentral Malaysia dan Singapore adalah donatur tetap IASB sejak lama, Bank Negara Malaysia dan Monetary Authority of Singapore sudah menjadi donatur IASB sejak tahun 2002.

Kontribusi Indonesia ke IASB: Tanggungjawab Siapa?

Siapa yang bertanggungjawab mengeluarkan uang untuk kontribusi Indonesia ke IASB? Adilkah bila tanggungjawab itu dipikul sendirian oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang selama ini sudah melakukan konvergensi IFRS tanpa sumbangan finansial dari pemerintah? IAI harus bekerja keras menjadi “sustainable” dengan memberikan training, seminar, dan sebagainya untuk membiayai proses konvergensi ini. Penulis mungkin bias dalam hal ini karena memiliki ikatan emosional yang kental dengan Ikatan Akuntan Indonesia, tapi mari kita lirik bagaimana negara-negara lain mengorganisasikan donasinya ke IASB.

Sangat menarik bila memperhatikan yang dilakukan oleh Korea dan Jepang. KASB (Korean Accounting Standard Board) sejak tahun 2007 melakukan penggalangan dana di kalangan perusahaan Korea untuk memberikan kontribusi ke IASB. Nama-nama donatur perusahaan korea tersebut kemudian dipajang di situs KASB. Jepang sudah lebih awal lagi menggalang dana dari kalangan perusahaan terdaftar di Jepang. Hal ini tentunya kemudian tidak menutup perusahaan swasta negara manapun melakukan donasi langsung ke IASB. Kontribusi dari China misalnya sangat beragam mulai dari Departemen Keuangan, bank sentral, perusahaan minyak nasional, sampai ke perusahaan manufaktur.

Bagaimana sebaiknya dengan Indonesia? Donasi ke IASB dapat dimulai dari lembaga-lembaga pemerintah dan juga perusahaan swasta. Bank Indonesia sebagai salah satu regulator di Indonesia sangat sesuai untuk menjadi donatur IASB karena PSAK 50 dan PSAK 55 yang diadopsi dari IFRS telah digunakan sejak tahun 2010. Bapepam LK, BEI (Bursa Efek Indonesia) juga selayaknya menjadi donatur IASB karena menjadi pihak yang akan memetik manfaat masa depan dari konvergensi IFRS ini.

Perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Telkom Indonesia yang bersemangat mengadopsi secara penuh IFRS juga sepantasnya menjadi donatur. Jangan mau kalah dengan China Telecom limited dan SK Telecom Korea yang telah lebih dulu menjadi donatur IASB. Apalagi sumbangan kedua perusahaan itu hanya sekitar 25,000 poundsterling setahun, jumlah yang tidak terlalu signifikan. . PT. Pertamina Persero juga sangat mampu untuk menjadi donatur IASB, memantaskan diri dengan CNOOC (China Oil), S-Oil (Korea) yang sudah lebih dulu menjadi donatur.

Ikatan Akuntan Indonesia juga harus ‘legowo’ bila mungkin banyak pihak yang menyumbang ke IASB namun tidak menyumbang ke IAI untuk proses konvergensi IFRS. IAI dapat berperan dengan memulai inisiatif untuk mengumpulkan donasi ini seperti yang dilakukan oleh KASB. Atau setidaknya bila IAI tidak mau direpotkan sebagai administrator, kirimkan surat himbauan kepada perusahaan-perusahaan agar mereka menyumbang langsung ke IASB. Sudah saatnya nama Indonesia tercantum dalam laporan tahunan IASB sebagai donatur, sejajar dengan negara lainnya. Tidak penting darimana asalnya sumbangan tersebut, pemerintah maupun swasta, namun bila kita ingin diakui sebagai negara pengguna IFRS dan lebih dekat dengan IASB, Indonesia harus ada dalam daftar donatur.

Kelak ketua DSAK dapat tampil lebih percaya diri mewakili kepentingan Indonesia dalam rapat-rapat bersama IASB. Ini masalah harga diri bangsa. IASB boleh mengklaim dirinya independen, bersih dari kepentingan politik namun jangan naïf dan berfikir bahwa posisi-posisi di dalam IASB tidak dipengaruhi oleh besarnya donasi suatu institusi/negara. . Ingat bahwa IFRS Foundation adalah suatu perusahaan, bukan arena kumpul-kumpul di mana semua negara duduk sama tinggi. Dan layaknya suatu perusahaan, apalagi yang rapor arus kasnya merah bertahun-tahun, money does matter.

Sumber
http://ersatriwahyuni.blogspot.com/2012/04/kontribusi-indonesia-ke-iasb-tanggung.html
https://aristasefree.wordpress.com/tag/ifac-international-federation-of-accountants/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar