Federasi Akuntan Internasional (IFAC) adalah organisasi global bagi
profesi akuntansi. IFAC memiliki 167 anggota dan asosiasi di 127 negara
dan yurisdiksi, yang mewakili lebih dari 2,5 juta akuntan dipekerjakan
dalam praktek umum, industri dan perdagangan, pemerintah, dan akademisi.
Organisasi, melalui Dewan penetapan standar yang independen, menetapkan
standar internasional tentang etika, audit dan jaminan, pendidikan
akuntansi, dan akuntansi sektor publik. Hal ini juga mengeluarkan
panduan untuk mendorong kinerja berkualitas tinggi dengan akuntan
profesional dalam bisnis. Didirikan pada tahun 1977, IFAC merayakan
ulang tahun ke 30 pada tahun 2007.
Untuk memastikan kegiatan IFAC dan badan pengaturan independen
standar yang didukung oleh IFAC responsif terhadap kepentingan publik,
sebuah Public Interest Oversight Board (PIOB) didirikan pada Februari
2005.
IFAC dan anggotanya bekerjasama untuk mengembangkan IFACnet, yang
diluncurkan pada tanggal 2 Oktober 2006. IFACnet menyediakan akuntan
profesional di seluruh dunia dengan one-stop acces untuk berbagai sumber
, termasuk bimbingan praktek yang baik, artikel, dan alat-alat dan
teknik.Di antara inisiatif utama IFAC adalah penyelenggaraan Kongres
Akuntan Dunia.
Tidak banyak orang yang memahami bahwa International Accounting
Standard Board (IASB) adalah sebuah perusahaan yang didirikan di
Amerika Serikat pada tahun 2001, walaupun saat ini berkantorpusat di
London. IASB bukanlah semacam asosiasi seperti IFAC (International
Federation of Accountants) atau PBB namun murni seperti layaknya suatu
perusahaan swasta. Sebaliknya, lembaga cikal bakal IASB yakni IASC
(International Accounting Standard Committee) adalah semacam perkumpulan
dari penyusun standar setiap negara yang mendapatkan legitimasi dari
IFAC. Namun pada tahun 2001 diputuskan bahwa penyusun standar akuntansi
internasional haruslah independen, bahkan juga harus independen dari
profesi akuntan itu sendiri. Dalam rapat anggota IFAC bulan May 2000,
negara-negara anggota IFAC secara aklamasi menyetujui restrukturisasi
IASC menjadi perusahaan dan terpisah sepenuhnya dari IFAC.
Dengan pendapatan kurang dari 23 juta poundsterling (2010) atau hanya
sekitar 320 milyar rupiah setahun, IASB menjadi dewan superpower yang
sangat berpengaruh. Anggaran ini misalnya lebih kecil daripada penjualan
PT. Mustika Ratu Tbk yang berjualan kosmetik
(dibandingkan berjualan standar akuntansi internasional) pada tahun
2010. Beberapa pengamat yang sinis terhadap IASB berkomentar, “Bagaimana
mungkin ‘perusahaan’ dengan anggaran sekecil itu memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap negara-negara di seluruh dunia.”
Walaupun pendapatan IASB dari donasi meningkat terus sejak tahun 2007,
namun IASB selalu defisit setiap tahun. Defisit anggaran IASB pada tahun
2009 dan 2010 sangat mencemaskan. Arus kas dari operasi pada tahun 2009
misalnya mengalami arus kas negatif sampai 3.2 juta poundsterling.
Total donasi tahun 2010 lebih mencemaskan lagi karena hampir sama dengan
tahun 2009 alias tidak ada peningkatan. Hal ini tentunya cukup
memalukan karena niat dari para pendiri IASB sepuluh tahun lalu adalah
untuk menggalang “dana abadi” sebesar 50-60 juta poundsterling.
Jangankan aset neto sebesar 50 juta pounds bahkan sejak tahun 2008 untuk
pertama kalinya sejak IASB berdiri tahun 2002, aset neto IASB berada
dibawah level 10 juta pounds.
Sehingga wajar apabila semua anggota IFRS Trustee (semacam dewan
komisaris yang mengawasi IASB) sangat giat untuk meningkatkan donasi ke
IASB, terutama dari negara-negara yang menyatakan sedang berkonvergensi
dengan IFRS. Indonesia sebagai salah satu negara yang mulai diperhatikan
oleh IASB tidak luput dari incaran. Sudah lama IAI dibujuk IFRS
Foundation untuk membayar royalti atas penggunaan IFRS sebagai nara
sumber penyusunan standar.
Kenyatannya memang cukup memalukan bahwa Indonesia tidak termasuk dalam
salah satu negara donatur IASB. Bahkan negara kecil seperti Kazakhtan
dan Bulgaria memberikan sumbangan. Negara-negara besar lainnya seperti
Jepang, China, Australia, Amerika Serikat dan UK bahkan menjadi donatur
tetap sejak IASB berdiri tahun 2002. Jepang menjadi donatur terbesar
dari Asia Oceania (lihat tabel 3), hampir sama dengan Amerika Serikat.
Hasilnya dapat ditebak, selalu saja ada perwakilan dari Jepang di dalam
IASB, IFRS Trustee, maupun IFRS Advisory Council.
IASB boleh saja beragurmen bahwa Jepang adalah negara penting sehingga
layak duduk disemua dewan IFRS Foundation. Namun bila seandainya Jepang
bukan donatur besar IASB, apakah Jepang akan tetap mendapatkan perhatian
yang sama? Sejak tahun 2005 misalnya IASB melakukan rapat setahun dua
kali dengan ASBJ (Accounting Standard Board of Japan), baik di Tokyo
maupun di London. Bahkan pada tahun 2010, IASB memutuskan untuk membuka
kantor perwakilan IASB untuk Asia di Tokyo, mengapa bukan di Singapore
atau Kuala Lumpur (saya tidak berani mengatakan Jakarta). Bila memang
niat IASB murni membantu negara-negara berkembang seperti Kamboja,
Vietnam, Bangladesh, Thailand, Myanmar dalam mengadopsi IFRS, tidak kah
lebih masuk akal bila kantor tersebut didirikan di Asia Tenggara, dan
bukan di Tokyo sebagai salah satu kota termahal di dunia.
Haruskan Indonesia menjadi Donatur?
Pada tahun 2011 lalu IFRS Trustee telah mengirimkan surat kepada wakil
presiden RI untuk membujuk Indonesia memberikan kontribusi ke IFRS
Foundation. Anggota IFRS trustee dari Australia, Jeffrey Lucy, sangat
terkesan atas pidato wakil presiden Boediono yang mendukung proses
konvergensi IFRS di Bali pada bulan Mei 2011 dalam acara IFRS Regional
Policy Forum yang dihadiri oleh anggota IASB dan penyusun standar dari
berbagai negara.
Memang IFRS Foundation dan IASB tidak akan memberikan sanksi kepada
Indonesia bila memutuskan tidak akan mengeluarkan sumbangan kepada IASB.
Indonesia juga terlalu besar untuk dikucilkan dari perhatian IASB. Bisa
saja Indonesia tidak memberikan sepeserpun kepada IASB, toh IASB juga
membutuhkan Indonesia (sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan
anggota G20), untuk mengadopsi IFRS.
Namun absennya Indonesia sebagai donatur memberikan beban yang luar
biasa kepada ketua DSAK di forum-forum internasional. Bayangkan perasaan
malu Rosita Uli Sinaga (ketua DSAK-IAI) setelah pidato mempromosikan
perkembangan Indonesia yang semakin konvergen dengan IFRS dalam rapat
dengan IASB, kemudian ditanya oleh IFRS trustee kapan Indonesia akan
menjadi donatur tetap IASB. Setiap ada standar IFRS baru, anggota IASB
rajin melakukan ‘public hearing’ di Singapore yang hanya sejengkal dari
Jakarta. Setiap ke Singapore, biasanya juga mereka mampir di Kuala
Lumpur. Bank sentral Malaysia dan Singapore adalah donatur tetap IASB
sejak lama, Bank Negara Malaysia dan Monetary Authority of Singapore
sudah menjadi donatur IASB sejak tahun 2002.
Kontribusi Indonesia ke IASB: Tanggungjawab Siapa?
Siapa yang bertanggungjawab mengeluarkan uang untuk kontribusi Indonesia
ke IASB? Adilkah bila tanggungjawab itu dipikul sendirian oleh Ikatan
Akuntan Indonesia yang selama ini sudah melakukan konvergensi IFRS tanpa
sumbangan finansial dari pemerintah? IAI harus bekerja keras menjadi
“sustainable” dengan memberikan training, seminar, dan sebagainya untuk
membiayai proses konvergensi ini. Penulis mungkin bias dalam hal ini
karena memiliki ikatan emosional yang kental dengan Ikatan Akuntan
Indonesia, tapi mari kita lirik bagaimana negara-negara lain
mengorganisasikan donasinya ke IASB.
Sangat menarik bila memperhatikan yang dilakukan oleh Korea dan Jepang.
KASB (Korean Accounting Standard Board) sejak tahun 2007 melakukan
penggalangan dana di kalangan perusahaan Korea untuk memberikan
kontribusi ke IASB. Nama-nama donatur perusahaan korea tersebut kemudian
dipajang di situs KASB. Jepang sudah lebih awal lagi menggalang dana
dari kalangan perusahaan terdaftar di Jepang. Hal ini tentunya kemudian
tidak menutup perusahaan swasta negara manapun melakukan donasi langsung
ke IASB. Kontribusi dari China misalnya sangat beragam mulai dari
Departemen Keuangan, bank sentral, perusahaan minyak nasional, sampai ke
perusahaan manufaktur.
Bagaimana sebaiknya dengan Indonesia? Donasi ke IASB dapat dimulai dari
lembaga-lembaga pemerintah dan juga perusahaan swasta. Bank Indonesia
sebagai salah satu regulator di Indonesia sangat sesuai untuk menjadi
donatur IASB karena PSAK 50 dan PSAK 55 yang diadopsi dari IFRS telah
digunakan sejak tahun 2010. Bapepam LK, BEI (Bursa Efek Indonesia) juga
selayaknya menjadi donatur IASB karena menjadi pihak yang akan memetik
manfaat masa depan dari konvergensi IFRS ini.
Perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Telkom Indonesia yang
bersemangat mengadopsi secara penuh IFRS juga sepantasnya menjadi
donatur. Jangan mau kalah dengan China Telecom limited dan SK Telecom
Korea yang telah lebih dulu menjadi donatur IASB. Apalagi sumbangan
kedua perusahaan itu hanya sekitar 25,000 poundsterling setahun, jumlah
yang tidak terlalu signifikan. . PT. Pertamina Persero juga sangat mampu
untuk menjadi donatur IASB, memantaskan diri dengan CNOOC (China Oil),
S-Oil (Korea) yang sudah lebih dulu menjadi donatur.
Ikatan Akuntan Indonesia juga harus ‘legowo’ bila mungkin banyak pihak
yang menyumbang ke IASB namun tidak menyumbang ke IAI untuk proses
konvergensi IFRS. IAI dapat berperan dengan memulai inisiatif untuk
mengumpulkan donasi ini seperti yang dilakukan oleh KASB. Atau
setidaknya bila IAI tidak mau direpotkan sebagai administrator, kirimkan
surat himbauan kepada perusahaan-perusahaan agar mereka menyumbang
langsung ke IASB. Sudah saatnya nama Indonesia tercantum dalam laporan
tahunan IASB sebagai donatur, sejajar dengan negara lainnya. Tidak
penting darimana asalnya sumbangan tersebut, pemerintah maupun swasta,
namun bila kita ingin diakui sebagai negara pengguna IFRS dan lebih
dekat dengan IASB, Indonesia harus ada dalam daftar donatur.
Kelak ketua DSAK dapat tampil lebih percaya diri mewakili kepentingan
Indonesia dalam rapat-rapat bersama IASB. Ini masalah harga diri
bangsa. IASB boleh mengklaim dirinya independen, bersih dari kepentingan
politik namun jangan naïf dan berfikir bahwa posisi-posisi di dalam
IASB tidak dipengaruhi oleh besarnya donasi suatu institusi/negara. .
Ingat bahwa IFRS Foundation adalah suatu perusahaan, bukan arena
kumpul-kumpul di mana semua negara duduk sama tinggi. Dan layaknya suatu
perusahaan, apalagi yang rapor arus kasnya merah bertahun-tahun, money
does matter.
Sumber
http://ersatriwahyuni.blogspot.com/2012/04/kontribusi-indonesia-ke-iasb-tanggung.html
https://aristasefree.wordpress.com/tag/ifac-international-federation-of-accountants/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar